Jumat, 09 Mei 2014

Indonesia Negara Agraris, Benarkah ?

     Sudah agak lama gak ngisi blog ini, keram jari rasanya ketika ingin mencoba menulis lagi hehehe
Tema kali ini, saya mau mengangkat tentang pertanian Indonesia. Pertanyaan besarnya sih, apakah masih pantas negara kita disebut negara berbasis agraris ?
(sumber : Google Images)

     Definisi agraris menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah pertanian. Pertanian sendiri memiliki arti yaitu kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, seperti halnya bercocok tanam dan sebaginya. Untuk mengetahui lebih jauh tentang pertanian, mungkin pembaca bisa mencari di om gugel atau buku-buku dan artikel terkait hehehe.

     Indonesia menurut saya adalah satu-satunya negara di dunia yang diberikan karunia Sumber Daya Alam (SDA) oleh Allah SWT yang paling lengkap dan bahkan sempurna dibandingkan dengan negara lain, dimulai dari sumber daya laut, darat bahkan udara. Semua kita miliki, gak salah kalo Koes Plus bilang “bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu” . Sederhana banget gak sih kalo baca liriknya gitu ? kalo menurut saya, sangat sederhana. Tapi kalau melihat fakta di lapangan ? apakah sesederhana itu ? menurut saya, tidak. Fakta di lapangan, SDA kita telah banyak dikuasai oleh perusahaan asing. Contoh kasar, Freeport, Newmount dkk. SDA kita di eksploitasi habis-habisan akan tetapi penduduk di sekitarnya tetap miskin.
(sumber : Google Images)

     Masuk ke inti permasalahan kita, yaitu pertanian. Ketika kita berbicara mengenai pertanian, maka akan lekat dengan permasalahan pangan. Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno pernah berpidato, betapa pentingnya tentang permasalahan pangan bangsa, karena itu menyangkut hidup-mati suatu bangsa. Dapat kita simpulkan bahwa, pertanian sangatlah penting untuk menghidupi bangsa saya, bangsa anda dan bangsa kita semua. Pidato yang dilakukan oleh Ir. Soekarno apakah membuat negara (pemerintah) kita semakin fokus pada pertanian ? Menurut saya, TIDAK SAMA SEKALI !!

     Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi berkembangnya atau tidak sektor pertanian negeri ini, disini saya akan membeberkan beberapa fakta yang ada di dunia pertanian Indonesia. Pertama adalah permasalahan anggaran. Dalam kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2013, alokasi anggaran program sektor pangan sebesar Rp. 83 triliun dimana pembagiannya itu untuk stabilisasi harga pangan sebesar Rp. 64,3 triliun sedangkan untuk pembangunan infrastruktur irigasi sebesar Rp. 18,7 triliun. Apakah itu cukup untuk menopang pertanian negeri ini ? sekali lagi saya jawab, TIDAK. Jika mengacu pada ukuran Organisasi Pangan Dunia (FAO), yang mengharuskan dana bagi sektor pertanian suatu negara diharuskan sebesar 20 persen dari total anggaran untuk membiayai anggaran pembangunannya, faktanya dalam APBN Indonesia, anggaran sektor pangan kita hanya sebesar 7 persen dari total anggaran di APBN 2013 (Rp. 1.657 triliun). Terlihat sekali, bahwa pemerintah RI tidak fokus dalam mendukung pembiayaan sektor yang “katanya” adalah jati diri bangsa ini.

     Faktor Kedua menurut saya adalah permasalahan lahan pertanian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti, instansi terkait, idealnya lahan minimal yang dimiliki oleh petani adalah sebesar 2 hektar, akan tetapi faktanya di Indonesia hanya sebesar 0,3 hektar. Lahan ini sangat vital menurut saya, karena ini menyangkut produktivitas suatu komoditi pangan yang mampu dihasilkan oleh petani Indonesia. Jika lahannya saja sudah tidak mendukung untuk perluasan hasil komoditi, bagaimana petani kita mau mendapatkan untung ? yang ada para petani malah merugi, karena biaya yang dikeluarkan tidak mengalami pengembalian dengan produktivitas yang rendah. Lahan pertanian kita selalu mengalami penggerusan yang diakibatkan konversi yang tidak sesuai, contohnya pembangunan perumahan, gedung-gedung, jembatan maupun jalan raya.

     Faktor Ketiga yang mempengaruhi pertanian kita adalah tingginya angka ketergantungan konsumen lokal terhadap produk pertanian asing sebesar 80 %. Menurut Irianto Tohar, Wakil DPRD Pangkalpinang mengatakan, bahwa tingginya angka ketergantungan konsumen lokal terhadap pertanian asing menyebabkan impor pertanian RI semakin membludak tidak terbendung. Karena konsumen lokal lebih memilih untuk mengkonsumsikan pendapatannya kepada produk pertanian asing, hal tersebut apabila dilakukan secara masiv maka akan menyebabkan impor semakin besar. Seandainya konsumen lokal lebih memilih hasil pertanian lokal, saya fikir impor pertanian kita mampu ditekan sedemikian rupa.

     Mungkin itu beberapa faktor yang menurut saya sangat berperan dalam keberlangsungan pertanian Indonesia. Pemerintah harus membuka mata lebih lebar dan menurunkan tangannya lebih kebawah lagi untuk fokus pada keberlangsungan pertanian kita. Disini kebijakan-kebijakan makro maupun mikro sangat dibutuhkan, tentunya dengan banyaknya kebijakan yang dikeluarkan namun tidak fokus, menurut saya itu tidak berguna. Lebih baik sedikit kebijakan namun sangat fokus dalam sektor pertanian, karena kefokusan inilah yang dibutuhkan oleh sektor pertanian kita.

     Sedikit mengesampingkan ego-ego para petinggi negara, nafsu syetan para importir, dan idealisme penduduk Indonesia yang mengatakan produk asing lebih baik daripada produk lokal, saya fikir jati diri bangsa ini dapat dikembalikan seperti cita-cita para leluhur, pejuang bangsa dan tentunya harapan-harapan petani Indonesia.
(sumber : Google Images)


     Demikian kicauan yang saya mampu saya lakukan, saya tidak berharap tulisan saya ini dapat dijadikan acuan atau pertimbangan untuk pemerintah dalam melakukan kebijakan, saya tidak berharap tulisan saya ini dapat dijadikan acuan untuk para pembaca tentang pertanian Indonesia, yang saya harapkan apabila para pembaca telah selesai membaca coretan ini, saya mengharapkan doa para pembaca untuk keberlangsungan pertanian Indonesia dengan memejamkan mata dan berharap pertanian kita kedepannya akan mengalami kemajuan yang signifikan. Aamiin J