Minggu, 14 Desember 2014

Si Kiri dan Si Kanan


Pada beberapa waktu lalu, saya mengalami peristiwa yang selama ini sangat jarang saya alami. Peristiwa tersebut sangat pahit. Mengapa demikian ? Mudah saja, karena saya belum pernah merasakan hal sesakit itu sebelumnya. Bukan peristiwanya yang ingin saya tekankan disini, namun lebih kepada prosesnya untuk menuju ke peristiwa tersebut.
Sejujurnya, sejak saya kecil (dimulai sejak jaman Sekolah Dasar), saya terbiasa hidup dalam penuh perencanaan. Tidak detail, namun lebih secara garis besar. Budaya tersebut tertular dari Ayah saya, seseorang yang sangat saya kagumi. Beliau selalu mengatakan, hidup itu harus penuh dengan perencanaan. Ya, selalu itu yang timbul dalam benak saya. Maka tidak heran, jika saya sudah merencanakan sesuatu, saya akan berusaha untuk mewujudkannya, meskipun harus mati-matian.
Dimulai perencanaan saya ketika telah lulus Sekolah Dasar (SD), saya merencanakan untuk melanjutkan pendidikan tingkat Menengah Pertama (SMP), lalu ke tingkat Menengah Atas (SMA) hingga akhirnya ke Perguruan Tinggi Negeri sampai pada akhirnya saya memperoleh gelar Sarjana. Semua hasil itu dapar terwujud berkat perencanaan yang matang, usaha yang keras dalam belajar mati-matian dan tentunya ibadah yang sangat kuat meskipun intensitas kuatnya lebih ketika saat hari-hari mendekati penentuan (hari H).
Pada akhirnya, sampai lah kepada momen yang mengecewakan yaitu proses untuk melanjutkan kemana selanjutnya saya harus berproses setelah menjadi seorang Sarjana ? Saya menerapkan cara klasik saya, yaitu perencanaan yang matang dan strategi belajar mati-matian. Namun apa yang terjadi ? Untuk kali ini, cara klasik saya tidak mampu untuk membantu saya. Lalu, apa yang saya rasakan ? jujur ketika itu, fikiran dan hati saya bergejolak. Saya kecewa dan cenderung tidak menerima hal tersebut pada awalnya.
Seiring berjalannya proses waktu setelah kejadian tersebut, ternyata sedikit banyak telah membuka fikiran saya. Sebagaimanapun hebat dan matangnya rencana yang kita buat, sebagaimanapun besarnya dan gila-nya usaha yang telah kita jalankan, kita tidak boleh melupakan peran Sutradara Kehidupan, yaitu Allah. Tidak melulu otak kiri kita mampu untuk menuntaskan permasalahan tersebut, terkadang untuk beberapa momen dan ukuran, otak kanan kita dibutuhkan untuk lebih peka dalam menjawabnya.
Saya mengambil kesimpulan dengan otak kanan saya saat itu (dengan menutup peran otak kiri saya), Allah tidak ingin saya berhasil saat itu, Allah memiliki jalan lain untuk saya dalam berproses dalam menjalankan kehidupan yang sesungguhnya atau nenek moyang orang barat bilang,  real life. Lalu dengan menutup peran otak kanan saya, bagaimana menurut otak kiri saya ketika itu ? saya merasakan bahwa saya sangat bodoh sekali, saya kalah pintar dibanding teman-teman saya yang telah berhasil saat itu, saya tidak memiliki kemampuan sehebat teman-teman saya saat itu. Lalu, buat apa perencanaan dan usaha yang kuat kalau memang hasilnya tidak bisa ditebak ?
Ya, disanalah letak seni otak kiri dan kanan kita bekerja. Tidak semua hal atau kejadian itu dapat kita selesaikan dengan otak kiri dan tidak melulu dengan otak kanan, hal yang bijak adalah dengan menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri kita. Maka hal yang saya simpulkan atas fenomena “tersebut”, menuntut saya untuk lebih banyak bersyukur dan ikhlas. Karena ketika permasalahan otak kiri kita telah kita maksimalkan, maka otak kanan pun harus kita maksimalkan. Tidak semua apa yang kita harapkan dapat terwujud, tanpa izin dan ridho dari Sutradara Kehidupan, yaitu izin dan ridhonya Allah SWT.
Mungkin sedikit curhatan hati seorang pengembara kehidupan yang baru merasakan setetes pahitnya kehidupan yang sesungguhnya. Seperti halnya pengembara ulung lainya, hal ini tidak akan pernah mampu menghentikan langkah saya untuk terus mencari atau berproses dalam mengeksplorasikan setiap sisi kehidupan.


-  Luqman Azis

Jumat, 31 Oktober 2014

OPTIMISME

Pada tulisan saya beberapa waktu yang lalu mengenai sedikit sejarah mengenai sumpah pemuda, saya menjanjikan akan membuat lanjutannya ketika tanggal 28 Oktober lalu, namun apa daya, saya tidak dapat menepatinya. Semoga saya tidak mencoreng nama “baik” Pemuda Indonesia. Aamiin..... Hehehe
Malam ini seperti biasanya, saya sangat sulit untuk memperbaiki jam tidur. Selalu ingin memperbaiki dengan tidur tidak lebih dari jam 10 malam, namun selalu gagal. Mungkin kefikiran untuk ujian Psikotes tanggal 5 November nanti. Hupptt
Sembari menunggu mata ini mengantuk, sepertinya asik bila jari-jari ini mengetik keyboard laptop dengan membuka Microsoft Word. Saya ingin menulis dengan tema “Pemuda”, selain masih hangat dengan suasana Hari Sumpah Pemuda, kisah kepemudaan Indonesia sangat menarik bila kita ingin menggalinya lebih dalam. Pemuda disini termasuk Pemudi juga yah, hehehe
Para reader ngerasa gak sih, bila dunia kepemudaan belakangan ini, nasionalismenya mulai terkikis oleh budaya-budaya asing ? Berapa banyak pemuda Indonesia yang dengan bangganya memamerkan budaya luar di negaranya sendiri yaitu Indonesia ? Betapa mirisnya mind concept pemuda kita yang sudah kebarat-baratan ? Jika saya tidak salah, Pemuda Indonesia kini telah kehilangan jati dirinya.
Jika kita melihat komposisi ekonomi masyarakat Indonesia, sangat jauh dari kata merata. Bila di ekonomi ada indeks yang namanya Indeks Gini yang menjelaskan mengenai ketimpangan, kategori Indonesia sudah mengkhawatirkan (0.43-an). Fenomena timpangnya si kaya dan si miskin seolah-olah berita yang sudah sangat biasa di Negara kita. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Rasa saling simpati antar sesama (si kaya dan si miskin) sudah mulai hilang.
Beberapa waktu lalu, kita tentu ingat tentang acara Pernikahan kalangan artis Ibu Pertiwi, yang dengan bangganya disiarkan di seluruh media tanpa ada yang terlewati. Pernikahan tersebut menurut saya sangat glamour, mewah dan cenderung memamerkan sesuatu yang tidak baik. Ketika disisi lain, ada bahkan banyak rakyat Indonesia yang sekedar untuk mencari makan saja sulit.
Mengapa saya menyinggung artis tersebut ? karena artis tersebut adalah contoh cerminan pemuda di negara kita yang sangat tidak baik untuk ditiru. Karena hal tersebut tidak mencerminkan jati diri negara kita. Jati diri bangsa yang sederhana, saling menjaga satu sama lain, saling menghargai satu sama lain, tidak ada sama sekali unsur-unsur tersebut dari fenomena si artis tersebut. Hanya segelintir orang (si kaya) saja yang diundang atau dilibatkan dalam acara artis tersebut. Sungguh miris.
Lalu, apakah kita sebagai pemuda harus pesimis ? Tentu jawabannya adalah Tidak.
Pemuda yang dicita-citakan salah satunya oleh para pahlawan kita adalah pemuda yang Optimis. Oleh sebab itu, kita sebagai pemuda haruslah optimis dalam membangun bangsa ini. Biarlah pemuda maupun pemudi Indonesia kini mulai melupakan, menghapus, menghilangkan berkas-berkas perjuangan para pahlawan kita di masa lalu, kita sebagai pemuda-pemuda yang Optimislah yang akan mengingatkan, mengembalikan dan memunculkan berkas-berkas perjuangan para pahlawan kita di masa lalu. Melalui apa ? Melalui diri kita sendiri.
Mulai detik ini, mari kita tumbuhkan nilai-nilai kesederhanaan dari dalam diri kita. Dengan memperhatikan sesama di lingkungan sekitar kita. Dengan lebih peka terhadap isu-isu kepemudaan. Dengan meningkatkan rasa nasionalisme dan pastinya dibangun dengan rasa keyakinan dan optimis.
Saya yakin, dengan komposisi pemuda kita yang dominan (Umur 15-64) sebesar 70 persen dari jumlah penduduk Indonesia, dengan terus bernafaskan nilai-nilai nasionalisme dan optimisme tentunya, bangsa kita akan menjadi lebih baik di tangan para pemuda-pemudi.

Apakah anda termasuk pemuda yang Optimis ?

Minggu, 26 Oktober 2014

AYO, KITA INGAT TANGGAL 28 OKTOBER !!!!


Sudah lama rasanya saya tidak menulis lagi. Fikiran terfokus untuk hal-hal lain (Job Seeker), maklum lah sebagai seorang anak pertama di keluarga dan Alhamdulillah sudah di wisuda Sarjana tanggal 3 September bulan lalu, memberikan beban baru. Hehehe :p
Pada beberapa hari kedepan, akan ada momen peringatan Tanggal 28 Oktober yaitu 86 Tahun (28 Oktober 1928) setelah peristiwa heroik yang digerakkan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada kongres Sumpah Pemuda. Pada hari itu, terciptalah sebuah sumpah yang disuarakan oleh pemuda-pemudi Indonesia yang bunyinya sebagai berikut :

“Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Satu, Tanah Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia. Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia”

Bila kita menelaah kata-kata dalam sumpah tersebut, betapa hebatnya para pemuda-pemudi Indonesia kala itu yang mampu menyatukan seluruh pemuda-pemudi Indonesia untuk melakukan pergerakkan demi kemerdekaan Indonesia. Tentu bertolak belakang dengan kondisi pemuda-pemudi Indonesia pada saat ini.
Kondisi pemuda-pemudi Indonesia saat melakukan kongres sumpah pemuda saat itu, tidaklah semudah yang kita bayangkan seperti saat ini. Mereka melakukan kongres yang sangat dijaga ketat oleh polisi kaum penjajah (Belanda). Mereka tidak boleh (peraturan kaum penjajah) berbicara kata-kata “MERDEKA”, oleh sebab itu pada saat lagu INDONESIA RAYA  yang diciptakan oleh W.R Supratman di dendangkan pertama kali, setelah selesainya acara kongres tersebut, seluruh pemuda-pemudi menyanyikannya hanya dengan bersenandung tanpa mengeluarkan kata-kata, hanya bunyi nada-nya saja, namun tidak ada kata-kata yang keluar. Namun keterbatasan tersebut, ternyata sangat mampu menggemparkan kaum pemuda-pemudi Indonesia saat itu.
Bagaimana jika keterbatasan pada saat itu sudah hilang atau merdeka seperti saat ini ? Apakah pemuda-pemudi Indonesia saat ini mampu diharapkan seperti pemuda-pemudi Indonesia pada zaman pergerakkan dahulu ? Silahkan jawab sendiri dalam benak anda.

Tulisan ini akan saya lanjutkan pada tanggal 28 Oktober. HEHEHE....... :P

Minggu, 17 Agustus 2014

Rasa Cintaku Padamu, Ibu Pertiwi.....

Tempat dimana, aku dilahirkan dan tempat dimana nanti, duduk disini,
menutup mata dan mati – Ungu (Indonesiaku)

Aku dilahirkan di Indonesia, negara yang memiliki 33 provinsi dan 511 kabupaten dan kota. Indonesia terdiri dari gugusan pulau-pulau dari sabang sampai merauke, dari sumatera hingga papua. Memiliki sumber daya alam yang melimpah dan tidak akan ada habisnya. Terdiri dari beragam suku, budaya, agama dan bahasa. Semua bersatu menjadi “Bhineka Tunggal Ika”. Aku bangga dapat dilahirkan di negara ini, aku bersyukur dapat menjadi warga negara Indonesia.
Pada hari ini, tepat tanggal 17 Agustus 2014 dimana Ibu Pertiwi sedang berulang tahun ke-69. Angka yang tidak kecil, umur yang tua namun tetap teguh dan tegap dalam berdiri tanpa kenal lelah meskipun bencana, konflik dan politik yang menyerangnya, namun dia tetap kokoh sampai detik ini.
Indonesia kini tentu berbeda dengan Indonesia sebelum tahun 1945. Terima kasih ku ucapkan kepada para Pahlawan Indonesia yang telah rela berkorban untuk mendapatkan kemerdekaan Indonesia dari para penjajah. Tidak sedikit darah yang tumpah untuk sekedar membacakan, mendengarkan “teks proklamasi” yang dibacakan oleh Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat. Perjalanan yang sangat panjang yang harus dilalui oleh Ibu Pertiwi untuk mendapatkan kemerdekaannya.

Sudahkah kita merasa bangga dengan bangsa ini ?

Aku, menjadi satu dari sekian ratus juta orang warga negara Indonesia yang merasakan kebanggaan yang sangat besar terhadap negara ini. Aku bangga dengan segala keragamannya, kita dapat bersatu menjadi kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada negara yang memiliki keberagaman seperti Indonesia. Tidak ada kedamaian dari banyaknya golongan seperti Indonesia. Tidak banyak negara yang memiliki keindahan alam seperti Indonesia. Aku cinta Indonesia.
Terlepas dari banyaknya kekurangan yang Indonesia miliki, tidak pernah sedikitpun didalam benakku untuk meninggalkan, menghancurkan dan bahkan menjajah bangsaku sendiri. Sampai mati pun aku akan tetap seperti ini, mencintai Indonesia dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
Indonesia, Ibu Pertiwi, Semoga diumur yang semakin tua ini, Engkau selalu dilindungi oleh Allah SWT. Sedikit banyak, izinkan diri ini untuk berbakti padamu negeri. Aamiin.

SEKALI MERDEKA TETAP MERDEKA !!
INDONESIA !!

Kamis, 31 Juli 2014

Kegundahan Hati Seorang Siswa SMA

“Perasaan itu yang selalu hadir dalam fikiran dan hati ini”

Sudah lama sekali rasanya saya tidak mencurahkan isi fikiran di kepala ini ke dalam sebuah tulisan. Mencoba memulai lagi namun dengan topik yang sedikit ringan. Tulisan ini memiliki main idea mengenai kegundahan hati seorang anak manusia ketika detik-detik kelulusan masa studi Sekolah Menengah Atas (SMA)-nya.
Yap, kegundahan hati atau yang sering dikenal saat ini adalah kegalauan. Kegundahan atau kegalauan menurut definisi saya adalah perasaan atau fikiran yang tidak menentu karena dipenuhi oleh rasa kekhawatiran dan ketakutan yang sedikit berlebihan, atau lebay hehehe.....
Kegundahan yang saya rasakan sebenarnya tidak hanya sekedar saat momen-momen seperti itu, namun dari banyak kegundahan yang dirasakan, mungkin salah satu yang terhebat adalah ketika saya telah menyelesaikan masa studi saya di SMA, kenapa bisa seperti itu ?
Seperti yang telah saya definisikan tadi, ada perasaan yang tidak menentu menyerang fikiran di kepala ini. Rasa khawatir yang berlebihan, dan takut akan hal terburuk akan melanda. Hal terburuk itu semacam fenomena yang tidak dikehendaki atau tidak sejalan dengan harapan. Mungkin bukan hanya saya yang mengalami ini.
Saya merupakan siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang standard atau biasa-biasa saja. Saya bukan siswa yang selalu memperoleh peringkat tiga besar dikelas, bahkan sepuluh besarpun jarang saya rasakan, dan saya adalah siswa jurusan ilmu sosial atau IPS yang terkenal dengan siswa malas dan sering bermain yang dicap oleh guru-guru pada umumnya padahal faktanya tidak “selalu” seperti itu. Namun satu hal yang membuat saya bangga pada diri saya adalah saya bisa menjadi bagian dari siswa SMA saya saat itu, narsis sedikit yak....hehehe
Mendekati pengumuman akhir masa studi saya di tingkat SMA, dirundung dengan kegundahan hati yang tinggi, tidak seperti kebanyakan teman-teman yang sangat bahagia ketika mendekati kelulusan. Saya bukannya tidak bersyukur karena sudah mau lulus atau selesai masa studi SMA saya, tapi saya lebih kepada fikiran kedepan, mau kemana saya setelah ini ?
Saya takut dan khawatir tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi khususnya pendidikan S1 di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Lagi-lagi saya bukannya merendahkan Perguruan Tinggi Swasta (PTS), hanya saja keinginan saya yang kuat ingin melanjutkan ke PTN seperti yang dicita-citakan oleh kedua orang tua saya, karena PTN terkenal dengan biaya pendidikannya yang murah dan jaminan masa depan yang lebih menjanjikan (read:kondisi PTS).
Ketika telah menetapkan dalam hati dan doa dalam beribadah untuk melanjutkan pendidikan ke PTN, saya terbentur dengan kegundahan hati mengenai cara memasuki atau melanjutkan ke PTN. Terang saja, untuk bisa melanjutkan ke PTN tidak semudah yang dibayangkan, banyak prosesnya dan tentunya tidak sembarangan. Saya telah mengikuti tes Ujian Tulis (UTUL) Universitas Gajah Mada dan Seleksi Masuk (SIMAK) Universitas Indonesia, dan semua hasilnya nihil atau tidak lulus. Kebetulan ujian masuk tersebut dilakukan ketika di akhir-akhir kelulusan SMA.
Kondisi yang saya rasakan pada saat itu berbeda dengan beberapa teman saya, karena mereka beberapa sudah ada yang keterima di PTN melalui ujian tulis maupun ujian tanpa tulis meskipun masih banyak yang seperti saya (read:belum jelas masa depannya).

Membuat tekanan semakin besar ke dalam fikiran ini. Mau lanjut kemana zis setelah ini ? Saya belum menemukan jawabannya......

Jumat, 09 Mei 2014

Indonesia Negara Agraris, Benarkah ?

     Sudah agak lama gak ngisi blog ini, keram jari rasanya ketika ingin mencoba menulis lagi hehehe
Tema kali ini, saya mau mengangkat tentang pertanian Indonesia. Pertanyaan besarnya sih, apakah masih pantas negara kita disebut negara berbasis agraris ?
(sumber : Google Images)

     Definisi agraris menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah pertanian. Pertanian sendiri memiliki arti yaitu kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, seperti halnya bercocok tanam dan sebaginya. Untuk mengetahui lebih jauh tentang pertanian, mungkin pembaca bisa mencari di om gugel atau buku-buku dan artikel terkait hehehe.

     Indonesia menurut saya adalah satu-satunya negara di dunia yang diberikan karunia Sumber Daya Alam (SDA) oleh Allah SWT yang paling lengkap dan bahkan sempurna dibandingkan dengan negara lain, dimulai dari sumber daya laut, darat bahkan udara. Semua kita miliki, gak salah kalo Koes Plus bilang “bukan lautan hanya kolam susu, kail dan jala cukup menghidupimu” . Sederhana banget gak sih kalo baca liriknya gitu ? kalo menurut saya, sangat sederhana. Tapi kalau melihat fakta di lapangan ? apakah sesederhana itu ? menurut saya, tidak. Fakta di lapangan, SDA kita telah banyak dikuasai oleh perusahaan asing. Contoh kasar, Freeport, Newmount dkk. SDA kita di eksploitasi habis-habisan akan tetapi penduduk di sekitarnya tetap miskin.
(sumber : Google Images)

     Masuk ke inti permasalahan kita, yaitu pertanian. Ketika kita berbicara mengenai pertanian, maka akan lekat dengan permasalahan pangan. Bapak Proklamator kita, Ir. Soekarno pernah berpidato, betapa pentingnya tentang permasalahan pangan bangsa, karena itu menyangkut hidup-mati suatu bangsa. Dapat kita simpulkan bahwa, pertanian sangatlah penting untuk menghidupi bangsa saya, bangsa anda dan bangsa kita semua. Pidato yang dilakukan oleh Ir. Soekarno apakah membuat negara (pemerintah) kita semakin fokus pada pertanian ? Menurut saya, TIDAK SAMA SEKALI !!

     Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi berkembangnya atau tidak sektor pertanian negeri ini, disini saya akan membeberkan beberapa fakta yang ada di dunia pertanian Indonesia. Pertama adalah permasalahan anggaran. Dalam kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2013, alokasi anggaran program sektor pangan sebesar Rp. 83 triliun dimana pembagiannya itu untuk stabilisasi harga pangan sebesar Rp. 64,3 triliun sedangkan untuk pembangunan infrastruktur irigasi sebesar Rp. 18,7 triliun. Apakah itu cukup untuk menopang pertanian negeri ini ? sekali lagi saya jawab, TIDAK. Jika mengacu pada ukuran Organisasi Pangan Dunia (FAO), yang mengharuskan dana bagi sektor pertanian suatu negara diharuskan sebesar 20 persen dari total anggaran untuk membiayai anggaran pembangunannya, faktanya dalam APBN Indonesia, anggaran sektor pangan kita hanya sebesar 7 persen dari total anggaran di APBN 2013 (Rp. 1.657 triliun). Terlihat sekali, bahwa pemerintah RI tidak fokus dalam mendukung pembiayaan sektor yang “katanya” adalah jati diri bangsa ini.

     Faktor Kedua menurut saya adalah permasalahan lahan pertanian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti, instansi terkait, idealnya lahan minimal yang dimiliki oleh petani adalah sebesar 2 hektar, akan tetapi faktanya di Indonesia hanya sebesar 0,3 hektar. Lahan ini sangat vital menurut saya, karena ini menyangkut produktivitas suatu komoditi pangan yang mampu dihasilkan oleh petani Indonesia. Jika lahannya saja sudah tidak mendukung untuk perluasan hasil komoditi, bagaimana petani kita mau mendapatkan untung ? yang ada para petani malah merugi, karena biaya yang dikeluarkan tidak mengalami pengembalian dengan produktivitas yang rendah. Lahan pertanian kita selalu mengalami penggerusan yang diakibatkan konversi yang tidak sesuai, contohnya pembangunan perumahan, gedung-gedung, jembatan maupun jalan raya.

     Faktor Ketiga yang mempengaruhi pertanian kita adalah tingginya angka ketergantungan konsumen lokal terhadap produk pertanian asing sebesar 80 %. Menurut Irianto Tohar, Wakil DPRD Pangkalpinang mengatakan, bahwa tingginya angka ketergantungan konsumen lokal terhadap pertanian asing menyebabkan impor pertanian RI semakin membludak tidak terbendung. Karena konsumen lokal lebih memilih untuk mengkonsumsikan pendapatannya kepada produk pertanian asing, hal tersebut apabila dilakukan secara masiv maka akan menyebabkan impor semakin besar. Seandainya konsumen lokal lebih memilih hasil pertanian lokal, saya fikir impor pertanian kita mampu ditekan sedemikian rupa.

     Mungkin itu beberapa faktor yang menurut saya sangat berperan dalam keberlangsungan pertanian Indonesia. Pemerintah harus membuka mata lebih lebar dan menurunkan tangannya lebih kebawah lagi untuk fokus pada keberlangsungan pertanian kita. Disini kebijakan-kebijakan makro maupun mikro sangat dibutuhkan, tentunya dengan banyaknya kebijakan yang dikeluarkan namun tidak fokus, menurut saya itu tidak berguna. Lebih baik sedikit kebijakan namun sangat fokus dalam sektor pertanian, karena kefokusan inilah yang dibutuhkan oleh sektor pertanian kita.

     Sedikit mengesampingkan ego-ego para petinggi negara, nafsu syetan para importir, dan idealisme penduduk Indonesia yang mengatakan produk asing lebih baik daripada produk lokal, saya fikir jati diri bangsa ini dapat dikembalikan seperti cita-cita para leluhur, pejuang bangsa dan tentunya harapan-harapan petani Indonesia.
(sumber : Google Images)


     Demikian kicauan yang saya mampu saya lakukan, saya tidak berharap tulisan saya ini dapat dijadikan acuan atau pertimbangan untuk pemerintah dalam melakukan kebijakan, saya tidak berharap tulisan saya ini dapat dijadikan acuan untuk para pembaca tentang pertanian Indonesia, yang saya harapkan apabila para pembaca telah selesai membaca coretan ini, saya mengharapkan doa para pembaca untuk keberlangsungan pertanian Indonesia dengan memejamkan mata dan berharap pertanian kita kedepannya akan mengalami kemajuan yang signifikan. Aamiin J

Jumat, 11 April 2014

Anggota Dewan = Wakil Siapa ????




(sumber : google image)

DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat adalah suatu lembaga tinggi Indonesia yang katanya tempat penampung aspirasi rakyat. DPR ini di huni oleh orang-orang pilihan yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia. Tugas anggota dewan ini banyak, kalo para pembaca ingin tahu apa aja tugasnya, bisa dilihat di om gugel (google.com) hehehehe. Tapi yang saya tahu, intinya anggota DPR itu ya menampung aspirasi rakyat yang telah membuat mereka duduk di surga dunia (dibaca: gedung DPR) dengan merumuskan atau membuat atau mengesahkan UU (Undang-Undang) yang nantinya bermanfaat untuk rakyat.
Beberapa waktu lalu ketika saya pulang dari kampus, sengaja jalan kaki dari kampus ke kostan karena kebetulan waktu itu adalah hari tanpa kendaraan (one day no vehicle), peraturan yang saya buat sendiri, hahaha. Terlintas di benak saya, kenapa yah anggota DPR itu gajinya besar, fasilitasnya lengkap, kalau ke kantor hanya untuk duduk-duduk dan tidur saja harus mengenakan jas dan mobil mewah. Terfikir oleh saya, apa pantas wakil rakyat seperti itu ? sedangkan rakyat sendirinya saja untuk makan satu hari, sulitnya minta ampun. Jangankan untuk merasakan dinginnya AC ruangan nan megah, untuk berlindung dari hujan dan panas mereka berlindung diri di gubuk yang memprihatinkan. 

                                                (sumber : google image)

Miris kalau melihat wakil rakyat ini, apalagi ketika melihat beberapa informasi dari surat kabar elektronik yang menyebutkan bahwa kinerja anggota dewan itu 84 persen berpredikat buruk, hanya 0,8 persen yang mendapatkan predikat sangat baik. Dengan gaji tertinggi ke-empat di Indonesia, dengan fasilitas nan mewah disediakan, yang dibiayai langsung dari rakyat. Coba kalian bayangkan ? apa saja yang dilakukan oleh “wakil” kalian di “surga dunia” itu ?
Saya berandai-andai, kalau saja saya jadi Presiden RI, ingin rasanya merubuhkan gedung surga dunia itu, lebih baik saya ganti semua dengan gubuk-gubuk reyot, yang isinya hanya ada kipas angin seperti di kost-an saya dan bangku kayu yang biasa di jual oleh tukang bangku keliling. Lebih baik saya ganti mobil dinas itu dengan menerapkan kebijakan dilarang menggunakan mobil ke kantor, lebih baik menggunakan angkutan umum yang macet-macetan dan panas. Bukan tanpa alasan saya menerapkan itu, saya ingin “wakil” kalian itu merasakan apa yang rakyat rasakan. Saya tidak pernah rela melihat anggota dewan itu dengan fasilitas yang mewah akan tetapi masih ada rakyatnya yang masih sulit dalam ekonominya di pelosok-pelosok negeri ditambah dengan kinerja yang buruk. 

                                                 (sumber : google image)


Terserah kalian mau pro atau kontra dengan saya, yang pasti, selama “wakil” kalian itu masih seperti ini kinerjanya (sangat buruk), saya tidak pernah rela memanggil mereka “wakil rakyat”, mungkin lebih pantas menjadi “wakil kaum komprador”.

Dituliskan oleh : Luqman Azis

Sabtu, 15 Maret 2014

Fenomena Joko Widodo


     Beberapa waktu lalu, saya sempat melihat pemberitaan isu yang semakin hangat bahwa Joko Widodo atau yang lebih akrab di sapa Jokowi yaitu Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 akan mengajukan diri sebagai calon Presiden RI di Pemilu tahun 2014. Dalam hati saya berkata, “ah, mana mungkin Jokowi berani sampai seperti itu”. Saya tidak hanya asal dalam menerka, karena beberapa waktu lalu saya sempat melihat video kampanye Jokowi-Ahok di Youtube.com sewaktu mencalonkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, dengan judul “Kami Pegang Janji Jokowi”. Salah satu momen di video tersebut terlihat Jokowi berkata “Jowoki dan Basuki (ahok) komit untuk memperbaiki DKI Jakarta lima tahun”. Terlihat janji-janji manis yang diucapkan oleh pemimpin blusukan ini, yang mana berjanji akan memperbaiki permasalahan yang ada di DKI Jakarta.

     Janji tinggalah janji, ternyata pemimpin perubahan ini tidak berbeda halnya dengan para pria Playboy yang suka mengumbar janji manis kepada lawan jenisnya, agar tertarik menjadi wanitanya atau pasangannya. Pada hari Jum’at, tanggal 14 Maret 2014 di Rumah Si Pitung, Rusun Marunda Jakarta, Jokowi mendeklarasikan pen-capres-annya yang diusung partai Banteng Merah yaitu PDIP. Diumur yang belum genap 2 tahun dalam memimpin DKI Jakarta, Jokowi mengingkari janji yang pernah dikatakannya di depan masyarakat banyak.

     “Aneh” mungkin satu kata yang terlintas di benak saya kali ini. Mungkin benar, di Politik 1 + 1 tidak selalu 2 hasilnya, bisa 3, 4,5,6,7,8,...... tidak terhingga, begitu lah kata orang-orang politik. Saya tidak bermaksud untuk menjelekkan Jokowi atau sebagainya. Saya kagum dengan beliau, saya bangga melihat sosok beliau dan saya sangat menghormati keputusan beliau. Hanya saja, saya “sedikit” kecewa dengan keputusan beliau, yang terkesan tidak amanah, dan bahkan terkesan mundur dari tanggung jawabnya.
Banyak pro dan kontra yang terjadi ketika pencapresan Jokowi, seperti curiga-nya beberapa kalangan masyarakat dan beberapa tokoh politik. Ketika Jokowi mendeklarasikan pencapresannya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia mengalami peningkatan drastis yang sebelumnya -1 poin (minus) menjadi 3 poin (plus). Harga rupiah yang terapresiasi dari 11.400-an menjadi 11.200-an. Sejarah Indonesia mencatat baru pertama kalinya pendeklarasian capres dapat mempengaruhi IHSG dan kurs. Seperti ada intervensi yang besar dari pihak asing yang mem-backing pemimpin rakyat Jakarta ini. Semoga saja itu hanya fenomena yang kebetulan saja terjadi, karena bagaimanapun setiap publik figur akan selalu menghasilkan pro dan kontra dalam hal apapun yang dilakukan tidak terkecuali Jokowi.

     Mungkin Jokowi tidak buta ketika melakukan blusukan ke kampung-kampung kumuh di jakarta, melihat masyarakat miskin di bantaran kali maupun di kolong jembatan yang tersenyum bahagia ketika melihat Gubernur Idamannya datang dan berbincang-bincang dan sesekali menyalaminya. Mungkin Jokowi tidak tuli ketika mendengar aspirasi masyarakat Ibu Kota yang haus akan perubahan. Sepertinya, Jokowi hanya lupa untuk mengingat apa saja yang telah beliau janjikan kepada masyarakat DKI Jakarta.

    Saya yang hanya seorang Mahasiswa, mungkin tidak sehebat bapak, tidak sepintar bapak, saya hanya bisa mengkritiki bapak dan mungkin tanpa solusi yang berarti. Akan tetapi di dalam hati saya yang paling dalam, saya menaruh harapan kepada Bapak Jokowi akan perubahan yang akan bapak berikan untuk DKI Jakarta. Sekarang harapan saya sudah hilang, bapak lebih memilih mengikuti mandat partai bapak dari pada memilih suara masyarakat DKI Jakarta. Sekarang silahkan bapak siapkan apa saja “janji” yang akan bapak berikan untuk Ibu Pertiwi ini, untuk Pemilu 2014. Yang bisa saya lakukan saat ini hanya berdo’a yang terbaik untuk bapak, DKI Jakarta dan tentunya Indonesia.Salam Hormat.

Dituliskan oleh Luqman Azis -