Pada tulisan saya beberapa waktu yang lalu
mengenai sedikit sejarah mengenai sumpah pemuda, saya menjanjikan akan membuat
lanjutannya ketika tanggal 28 Oktober lalu, namun apa daya, saya tidak dapat
menepatinya. Semoga saya tidak mencoreng nama “baik” Pemuda Indonesia. Aamiin..... Hehehe
Malam ini seperti biasanya, saya sangat sulit
untuk memperbaiki jam tidur. Selalu ingin memperbaiki dengan tidur tidak lebih
dari jam 10 malam, namun selalu gagal. Mungkin kefikiran untuk ujian Psikotes
tanggal 5 November nanti. Hupptt
Sembari menunggu mata ini mengantuk, sepertinya
asik bila jari-jari ini mengetik keyboard
laptop dengan membuka Microsoft Word.
Saya ingin menulis dengan tema “Pemuda”, selain masih hangat dengan suasana
Hari Sumpah Pemuda, kisah kepemudaan Indonesia sangat menarik bila kita ingin
menggalinya lebih dalam. Pemuda disini termasuk Pemudi juga yah, hehehe
Para reader
ngerasa gak sih, bila dunia kepemudaan belakangan ini, nasionalismenya mulai
terkikis oleh budaya-budaya asing ? Berapa banyak pemuda Indonesia yang dengan
bangganya memamerkan budaya luar di negaranya sendiri yaitu Indonesia ? Betapa
mirisnya mind concept pemuda kita
yang sudah kebarat-baratan ? Jika saya tidak salah, Pemuda Indonesia kini telah
kehilangan jati dirinya.
Jika kita melihat komposisi ekonomi masyarakat
Indonesia, sangat jauh dari kata merata. Bila di ekonomi ada indeks yang
namanya Indeks Gini yang menjelaskan mengenai ketimpangan, kategori Indonesia
sudah mengkhawatirkan (0.43-an). Fenomena timpangnya si kaya dan si miskin
seolah-olah berita yang sudah sangat biasa di Negara kita. Yang kaya semakin
kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Rasa saling simpati antar sesama (si
kaya dan si miskin) sudah mulai hilang.
Beberapa waktu lalu, kita tentu ingat tentang
acara Pernikahan kalangan artis Ibu Pertiwi, yang dengan bangganya disiarkan di
seluruh media tanpa ada yang terlewati. Pernikahan tersebut menurut saya sangat
glamour, mewah dan cenderung
memamerkan sesuatu yang tidak baik. Ketika disisi lain, ada bahkan banyak
rakyat Indonesia yang sekedar untuk mencari makan saja sulit.
Mengapa saya menyinggung artis tersebut ? karena
artis tersebut adalah contoh cerminan pemuda di negara kita yang sangat tidak
baik untuk ditiru. Karena hal tersebut tidak mencerminkan jati diri negara
kita. Jati diri bangsa yang sederhana, saling menjaga satu sama lain, saling
menghargai satu sama lain, tidak ada sama sekali unsur-unsur tersebut dari
fenomena si artis tersebut. Hanya segelintir orang (si kaya) saja yang diundang
atau dilibatkan dalam acara artis tersebut. Sungguh miris.
Lalu, apakah kita sebagai pemuda harus pesimis ?
Tentu jawabannya adalah Tidak.
Pemuda yang dicita-citakan salah satunya oleh para
pahlawan kita adalah pemuda yang Optimis. Oleh sebab itu, kita sebagai pemuda
haruslah optimis dalam membangun bangsa ini. Biarlah pemuda maupun pemudi
Indonesia kini mulai melupakan, menghapus, menghilangkan berkas-berkas
perjuangan para pahlawan kita di masa lalu, kita sebagai pemuda-pemuda yang
Optimislah yang akan mengingatkan, mengembalikan dan memunculkan berkas-berkas
perjuangan para pahlawan kita di masa lalu. Melalui apa ? Melalui diri kita
sendiri.
Mulai detik ini, mari kita tumbuhkan nilai-nilai
kesederhanaan dari dalam diri kita. Dengan memperhatikan sesama di lingkungan
sekitar kita. Dengan lebih peka terhadap isu-isu kepemudaan. Dengan
meningkatkan rasa nasionalisme dan pastinya dibangun dengan rasa keyakinan dan
optimis.
Saya yakin, dengan komposisi pemuda kita yang
dominan (Umur 15-64) sebesar 70 persen dari jumlah penduduk Indonesia, dengan
terus bernafaskan nilai-nilai nasionalisme dan optimisme tentunya, bangsa kita
akan menjadi lebih baik di tangan para pemuda-pemudi.
Apakah anda termasuk pemuda yang Optimis ?