Jumat, 31 Oktober 2014

OPTIMISME

Pada tulisan saya beberapa waktu yang lalu mengenai sedikit sejarah mengenai sumpah pemuda, saya menjanjikan akan membuat lanjutannya ketika tanggal 28 Oktober lalu, namun apa daya, saya tidak dapat menepatinya. Semoga saya tidak mencoreng nama “baik” Pemuda Indonesia. Aamiin..... Hehehe
Malam ini seperti biasanya, saya sangat sulit untuk memperbaiki jam tidur. Selalu ingin memperbaiki dengan tidur tidak lebih dari jam 10 malam, namun selalu gagal. Mungkin kefikiran untuk ujian Psikotes tanggal 5 November nanti. Hupptt
Sembari menunggu mata ini mengantuk, sepertinya asik bila jari-jari ini mengetik keyboard laptop dengan membuka Microsoft Word. Saya ingin menulis dengan tema “Pemuda”, selain masih hangat dengan suasana Hari Sumpah Pemuda, kisah kepemudaan Indonesia sangat menarik bila kita ingin menggalinya lebih dalam. Pemuda disini termasuk Pemudi juga yah, hehehe
Para reader ngerasa gak sih, bila dunia kepemudaan belakangan ini, nasionalismenya mulai terkikis oleh budaya-budaya asing ? Berapa banyak pemuda Indonesia yang dengan bangganya memamerkan budaya luar di negaranya sendiri yaitu Indonesia ? Betapa mirisnya mind concept pemuda kita yang sudah kebarat-baratan ? Jika saya tidak salah, Pemuda Indonesia kini telah kehilangan jati dirinya.
Jika kita melihat komposisi ekonomi masyarakat Indonesia, sangat jauh dari kata merata. Bila di ekonomi ada indeks yang namanya Indeks Gini yang menjelaskan mengenai ketimpangan, kategori Indonesia sudah mengkhawatirkan (0.43-an). Fenomena timpangnya si kaya dan si miskin seolah-olah berita yang sudah sangat biasa di Negara kita. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin. Rasa saling simpati antar sesama (si kaya dan si miskin) sudah mulai hilang.
Beberapa waktu lalu, kita tentu ingat tentang acara Pernikahan kalangan artis Ibu Pertiwi, yang dengan bangganya disiarkan di seluruh media tanpa ada yang terlewati. Pernikahan tersebut menurut saya sangat glamour, mewah dan cenderung memamerkan sesuatu yang tidak baik. Ketika disisi lain, ada bahkan banyak rakyat Indonesia yang sekedar untuk mencari makan saja sulit.
Mengapa saya menyinggung artis tersebut ? karena artis tersebut adalah contoh cerminan pemuda di negara kita yang sangat tidak baik untuk ditiru. Karena hal tersebut tidak mencerminkan jati diri negara kita. Jati diri bangsa yang sederhana, saling menjaga satu sama lain, saling menghargai satu sama lain, tidak ada sama sekali unsur-unsur tersebut dari fenomena si artis tersebut. Hanya segelintir orang (si kaya) saja yang diundang atau dilibatkan dalam acara artis tersebut. Sungguh miris.
Lalu, apakah kita sebagai pemuda harus pesimis ? Tentu jawabannya adalah Tidak.
Pemuda yang dicita-citakan salah satunya oleh para pahlawan kita adalah pemuda yang Optimis. Oleh sebab itu, kita sebagai pemuda haruslah optimis dalam membangun bangsa ini. Biarlah pemuda maupun pemudi Indonesia kini mulai melupakan, menghapus, menghilangkan berkas-berkas perjuangan para pahlawan kita di masa lalu, kita sebagai pemuda-pemuda yang Optimislah yang akan mengingatkan, mengembalikan dan memunculkan berkas-berkas perjuangan para pahlawan kita di masa lalu. Melalui apa ? Melalui diri kita sendiri.
Mulai detik ini, mari kita tumbuhkan nilai-nilai kesederhanaan dari dalam diri kita. Dengan memperhatikan sesama di lingkungan sekitar kita. Dengan lebih peka terhadap isu-isu kepemudaan. Dengan meningkatkan rasa nasionalisme dan pastinya dibangun dengan rasa keyakinan dan optimis.
Saya yakin, dengan komposisi pemuda kita yang dominan (Umur 15-64) sebesar 70 persen dari jumlah penduduk Indonesia, dengan terus bernafaskan nilai-nilai nasionalisme dan optimisme tentunya, bangsa kita akan menjadi lebih baik di tangan para pemuda-pemudi.

Apakah anda termasuk pemuda yang Optimis ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar